Fri
24
Apr
aceh-online

Sudah baca berita di bawah ini. Kalau belum saya yakin, Anda bakalan sedih dan terharu dengan berita dibawah ini. Tapi saya tidak yakin kalau ada yang mau berdonasi? Berikut cerita sedih di balik eforia kampanye yang menghabiskan milyaran rupiah.

 

Saya Sakit, Ada Bawa Obat Nak?

Bilah-bilah papan tak rapat, saban hujan, plastik hitam berdebu tak mampu menahan rintik mengguyur tubuh layu itu. Dingin pegunungan Gleu Pucok, Kecamatan Geumpang, Pidie, disergapnya hanya dengan sehelai kain. Sejak empat tahun silam, hanya sehelai sarung menutup tubuhnya.

Di atas dipan berukuran 3×3 meter, Nyak Rahsia, 62 tahun, menghabiskan sisa usia. Segala rutinitas dilakoni di sembilan baris papan, dari makan hingga ‘buang air.’ Hanya selembar tikar alasnya merebahkan badan dan kepala ditindih di bantal kumuh ‘telanjang’.

Di rumah reot, persis kaki bukit, di ujung jalan setapak Desa Pulolhoih ia menanti belas kasih. Rufdat, salah seorang kerabat jauhnya meminjamkan dapur rumahnya untuk ditinggali Nyak Rahsia. Bahkan, memberinya makan.

Sejak empat tahun silam, sebelah tubuhnya tak lagi berfungsi. Sementara lengang dan punggungnya, nyaris tak disisakan jamur. Sejak sulit bergerak, Nyak Rahsia tak lagi bekerja. Sebelumnya, apapun dikerjakannya demi sesuap nasi.

“Inoe Loen hana ek le kukerja, kiban nasib si dara loen, nye loen mete soe tem hiroe anuek loen? (Sekarang saya tidak lagi mampu bekerja, bagaimana masa nasib anak saya, kalau saya meninggal siapa yang mau peduli nasib anak saya),” katanya dengan mata berkaca.

Anaknya, Nyak Puleh, 35 tahun juga dirudung malang. Sejak lahir, ia lumpuh layu dan tuna rungu. Walau demikian Nyan Rahsia sangat menyayangi anaknya itu. Nyak Rahsia punya keinginan sembuh dari penyakitnya, mencari nafkah dan melihat anaknya bahagia.

“Loen saket!, Na kame ubat neuk? (Saya sakit!, kamu bawa obat nak?),” kata Nyak Rahsia, kepada Harian  Aceh yang menyambangi rumahnya di Desa Puloloih Geumpang, dengan tatapan kosong.

Kini dua insan tersebut hanya mengharap iba tetangga untuk isi perut,  hal yang paling pantang Nyak Rahsia lakukan semasa dia sehat. Dulu dia rela melakukan apa saja demi membahagiakan anak semata wayangnya itu. Walau kini sama-sama tergolek di tempat tidur, Nyak Rahsia tidak mau makan sebelum anaknya makan terlebih dahulu.

“Saya sebisa mungkin berusaha membahagiakan anak saya,” kata Nyak Rahsia dengan suara berat, dalam bahasa Aceh. Menurut dia, sejak suaminya M. Daud meninggal 9 tahun lalu,  dia menjadi orang tua tunggal menghidupi anak dan dirinya.

Semenjak Nyak Rahsia sakit, kebutuhan sehari-hari dia dan anak semata wayangnya ditanggulangi Rufdad yang telah menjanda sejak 10 tahun lalu. “Walau kadang saya sendiri merasa tidak cukup,” kata janda lima anak ini.

Menurut Rufdat, rumah yang kini ditinggali Nyak Rahsia dan Nyak Puleh peninggalan orang tuanya. “Saya berinisiatif memindahkan mereka, karena rumah ini jauh lebih layak untuk mereka, dan mudah bagi saya mengantar makanan, sedangkan rumah mereka jauh dan sudah reot,” kata dia yang mengaku masih mempunyai ikatan keluarga dengan mereka walau jauh.

Selain dirinya, aku Rufdad, tidak ada keluarga yang mengurusi mereka berdua, “Dua hari sekali saya juga memandikan mereka,” kata Rufdad yang juga berprofesi petani untuk membesarkan anak-anaknya.

Nyak Rahsia dan M. Daud menikah 40 tahun lalu. Tak ada pesta mewah yang digelar, namun acara sakral tersebut masih dikenang Nyak Rahsia. tapi kebahagian tampak jelas dari rona kedua pengantin baru tersebut. Namun acara sakral tersebut masih dikenang Nyak Rahsia. “Pelaminan dilaksanakan pada malam hari, diterangi lampu strongkeng, dan debus,” kata dia mengenang.

Walau tak punya penghasilan tetap, dan bekerja sebagai buruh tani, mereka berhajat punya anak banyak sebagai mana keluarga lain di kampung tersebut. “Setahun, dua tahun sampai 6 tahun, belum ada tanda-tanda saya mengandung,” kata Rahsia.

Memasuki tahun ke tujuh perkawinannya, Rahsia merasa kehadiran jabang bayi di perutnya, itu pula yang memicu Rahsia dan suaminya terus memacu kerja menyimpan bekal  menyambut buah hatinya.

Kebahagiaan sesaat sempat dirasakan saat kehadiran bayi perempuan pertama yang telah lama di nanti. Namun sejak lahir bayi tersebut sering sakit-sakitan dan menderita panas secara mendadak, “Sejak lahir dia sering sakit-sakitan,” kata Rahsia yang kemudian sepakat memberi nama anaknya dengan Nyak Puleh (Sembuh).
Kini Nyak Rahsia dan Nyak Puleh menunggu uluran tangan untuk menyambung hidup,  triliunan dana segar yang diprogramkan pemerintah untuk rakyat miskin belum ada yang dijatahkan padanya. “Jangankan pejabat kabupaten, pejabat camat dan lurah saja tidak pernah datang menjenguk Nyak Rahsia dan anaknya,” terang Rufdat

Selain itu, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) juga tak pernah menyentuh diri mereka, padahal Nyak Rahsia punya keinginan agar tetap sehat, untuk mengurusi anak semata wayangnya yang cacat mental sejak lahir. “Tak pernah ada petugas Pukesmas yang datang kemari,” jelas Rufdat.
Bagi-bagi Sembako, baju, sarung, yang kerap dilakukan  Caleg belakangan ini juga tak pernah menjamah dirinya. “Padahal banyak Caleg yang sudah bergerilya di dekat rumahnya, namun tak pernah sampai ke rumah janda itu,” kata seorang pemuda Pulolhoih.(harian-aceh.com/Suparta)

***

Beberapa waktu lalu, setelah muncul berita tersebut di beberapa media cetak dan elektronik di banda Aceh, banyak pembaca terharu dan respon untuk donasi untuk nenekk Rahsia mencuat.

Kebetulan, kawan saya, Suparta, wartawan Harian Aceh yang meliput berita tersebut mengisi postingan ini di Facebooknya. Dan luar biasa, banyak respon di facebooknya yang ingin mengulurkan bantuan–entah sekedar coment, entahlah.

Dia pun memberitaukan hal tersebut pada teman-teman lain di kantor, “Bagaimana caranya, banyak yang minta nomor rekening, tapi aku malas berhubungan dengan rekening”, keluh Ucok–sapaan akrap Suparta–pada Taufik AL Mubarak.

Dan yang paling mengejutkan, Fadli Idris sang Panglima Blogger Aceh, membawa se amplop sumbangan ke kantor kami yang lagi berdiskusi soal Nenek Rahsia, sore menjelang magrib beberapa waktu lalu. Sumbangan itu dia kutip dari kawan-kawan sekantornya Fadli di APRC. Thank atas sumbangannya.

Akhirnya, setelah kami bincang-bincang soal donasi dari kawan-kawan dari luar daerah, maka Suparta dan Taufik Al Mubarak mempercayakan nomor rekening saya sebagai tumpangan donasi untuk nenek Rahsia. Dan saya menyebutkan ‘Dompet Donasi untuk nenek Rahsia‘.

***

Setelah beberapa hari dipublikasi nomor rekening donasi di media online, seperti Serambinews.com Facebook belum ada respon sama sekali soal donasi tersebut di Dompet Donasi untuk nenek Rahsia. Saya berencana mau menutup rekening tersebut untuk tumpangan bantuan nenek Rahsia.

Eh ternyata, barusan saya dapat SMS seseorang mau berdonasi. dan alhamdulillah seseorang yang menyebut diri ‘Hamba Allah’ menyalurkan sumbangan sebesar Rp300 ribu. Maka rekening itu saya buka lagi sampai batas waktu bantuan itu mau disalurkan oleh saudara Suparta. Terima kasih atas sumbangannya.[]

Berikut Dompet Donasi untuk Nenek Rahsia dapat disalurkan melalui:

PERMATA BANK Banda Aceh
Account Number : 80 400 54 64 3 — (8040054643)
Atas nama : Fauzan
Swift Code PermataBank : BBBAIDJA (kode tranfer luar negeri)
Konfirmasi dinasi/SMS : 0852 600 90007
Email: [email protected]

 

Yang sudah donasi melalui saya. Sumbangan lainnya bisa dilihat di http://www.facebook.com/photo.php?pid=302035&id=1446485504

DOMPET DONASI INI DI DUKUNG OLEH

1.   HARIAN ACEH.COM

2.  ACEHKITA.COM

3.  SERAMBINEWS.COM

Possibly Related Posts:




Author:
aceh-online
Time:
Friday, April 24th, 2009 at 9:24 am
Category:
Aceh Info
Comments:
You can leave a response, or trackback from your own site.
RSS:
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed.
Navigation:

Leave a Reply


donasi
donasi