Nama Pena : miss x
Masa pantas beredar, mahu atau tidak, mereka terpaksa akur dengan wasiat itu. detik yang berlalu terasa begitu menyeksakan pada Eka mahupun Danish. Hanya air mata yang mengalir bila kenangan lama sesekali menyapa. Kenangan yang amat pedih untuk dikenang kala bibir berbicara… memutuskan segala ikatan yang terjalin sejak sekian lama. Air mata duka mengalir melihat orang kesayangan berduka. Namun apa pilihan yang mereka ada… demi sikecil kata pemutus harus di buat, dan kini mereka disatukan dalam mahligai yang tak pernah diimpikan… mahligai yang dibina tanpa cinta dan kasih saying, yang ada hanya rasa tanggungjawab terhadap sikecil. Mereka akur kehidupan harus di teruskan walau apapun terjadi… hanya gelak tawa Sofea dan Haziq pengubat luka di hati mereka berdua…
“mama ucu tengah buat ape tu?” Tanya Sofea kala melihat Eka sedang menggubah bunga, si kecil Haziq, yang berusia lapan bulan itu dibiarkan bermain dengan permainannya. Eka ketawa mendengar panggilan Sofea padanya, sejak dia disatukan dengan Danish, mama meminta Sofea memanggilnya mama tapi sikecil itu enggan lalu lahirlah gelaran ‘mama ucu’ padanya.
“mama ucu tengah gubah bunga, kenapa? Fia nak tolong mama ucuke?” Tanya Eka, sesekali matanya singgah pada Haziq, memerhati anak kecil yang semakin membesar itu. Haziq ketawa riang bila diagah oleh kakaknya…
“tak naklah, Fia bosanla mama ucu, tak ada kawan. Jom la kita balik umah nenek mama ucu, Fia rindu nenek ngan atuk,” ajak Sofea. Eka sekadar ketawa. Sedar sudah agak lama mereka tidak pulang ke rumah orang tuanya.
“esok barulah kita pergi ya Fia, mama ucu ada banyak kerja nak buat, lagipun papa tak ada. Esok mama ucu janji kita pergi rumah nenek dengan papa dan baby Haziq,”
“kita pergi ari ni la mama ucu, Fia dah rindu nenek ngan atuk. Bolehlaa… mama ucu, please,” Sofea masih lagi merengek, memujuk Eka.
“kalau kita pergi sekarang sape yang nak bawa kereta? Sapa nak pegang baby Haziq? Kalau papa ada, papa boleh bawa kereta, mama ucu pegang baby Haziq. Kita pergi esok ya Fia? Mama ucu janji, esok pagi-pagi lagi kita pergi rumah nenek ok?” pujuk Eka. Akhirnya Sofea mengangguk, akur dengan pujukan mama ucunya.
Eka tersenyum, satu masalah sudah selesai dan kini bagaimana pula nak beritahu pada Danish. Lelaki itu, awal-awal pagi sudah keluar, entah kemana. Dia sendiri tidak pernah ambil tahu. Hanya Sofea dan Haziq yang ada antara mereka, hubungan mereka sangat dingin, masing-masing buat hal sendiri. Hanya di hadapan si kecil sahaja mereka berlagak mesra, tak ingin mengundang pertanyaan Sofea yang semakin keletah itu akan kedinginan mereka berdua. Malah dia juga sedar bukan sahaja Danish yang dingin padanya malah seluruh anggota keluarga lelaki itu kecuali papa mentuanya bersikap begitu padanya.
Malam sudah agak lewat ketika Danish pulang. Dia terus melangkah ke bilik tidurnya, matanya terpaku pada sekeping kertas yang di tampal pada pintu biliknya. Membaca apa yang tercoret di situ. Dia mengeluh, malasnya. Esok, dia terpaksa mengikut Eka pulang ke rumah keluarga Eka… perkara yang tidak disukainya. Terpaksa membatalkan temujanji dengan Kamal untuk berlibur bersama rakan-rakan yang lain. Sejak berkahwin dengan Eka, dia sering keluar bersama-sama Kamal, mengubat kesunyian dihati apabila Erin membawa diri… meninggalkannya tanpa kesan. Puas dia mencari Erin, namun tiada jejak yang ditinggalkan… dia kehilangan… kehilangan insan yang paling disayanginya… maafkanku sayang…
Pagi-pagi lagi sudah kedengaran jeritan Sofea. Anak kecil itu begitu riang. Usai mandi, dia pantas mengejutkan Danish yang masih lagi nyenyak tidur. Danish mengeluh apabila tidurnya diganggu. Terpaksa bangun, bersiap-siap. Sofea terus ke dapur dan bermain dengan baby Haziq sementara Eka menyediakan sarapan pagi untuk mereka. Sofea berceloteh riang, sesekali kedengaran suara Danish menjawab pertanyaan Sofea. Eka sekadar memerhati sambil melayani baby Haziq.
Suasana sepanjang perjalanan pulang kerumah orang tua Eka sunyi sepi. Hanya seketika tadi di awal perjalanan kedengaran celoteh Sofea dan kini anak kecil itu sudah tertidur di seat belakang. Haziq Amsyar dalam pelukannya juga sudah tertidur. Eka resah, tidak tahu apa yang harus dibualkan. Dia sedar, mereka berdua jarang berkomunikasi antara satu sama lain walaupun sudah berbulan mereka disatukan.
Ketika melewati gerai mak Jah dihadapan sekolah, Eka tergamam seketika. Dia melihat dari jauh wajah yang dirinduinya selama ini. Hanya seketika, cukuplah… dia memerhatikan bayangan tubuh itu hilang bila kereta yang dipandu Danish semakin menjauh. Arghh…rindunya aku pada dia. Maafkan Eka Rie… ada sendu yang berlagu, ada lara yang tercipta, hanya mampu dipendam jauh disudut hati.
Sofea begitu girang, anak kecil itu leka bermain dengan datuk dan neneknya. Eka sekadar memerhati, Danish sejak tiba tadi sudah menghilang ke dalam bilik. Tidur. Sesekali kelihatan mama ketawa melihat telatah Sofea dan baby Haziq. Hatinya tersentuh melihat saat itu… alangkah bahagianya jika kak Lia dan abang Razif masih ada bersama-sama mereka sekeluarga saat ini. Berkongsi kegembiraan melihat Sofea dan Haziq membesar, menjadi semakin keletah dan pintar.
Petang itu dia bercadang untuk melawat pusara kak Lia dan abang Razif bersama-sama dengan Sofea. Anak kecil itu hanya mengangguk bila diberitahu tentang pusara-pusara itu. sesekali bila ingatannya kembali kepada umi dan walidnya, anak kecil itu sering bertanya “mamacu napa umi dan walid tidur dalam tanah? Napa tak tinggal dengan kita? Fia rindukan umi dan walid… umi dan walid tak rindukan Fiake? Dah tak sayang Fiake? Sebab tu umi dan walid tidur dalam tanah.” Dan lidah ini begitu kelu untuk menjawab pertanyaan-peertanyaan sikecil. Biarlah masa yang mendewasakan Sofea dan suatu hari dia pasti memahami mengapa umi dan walidnya meninggalkannya keseorangan… memahami erti sebuah kematian…erti sebuah kehilangan yang abadi… yang tiada gantinya lagi. Betapa Eka rindukan kak Lia…
Eka merenung wajah dihadapannya, pertemuan yang tak terduga. Kelu lidahnya untuk berbicara.Wajah itu masih seperti dahulu, pandangan matanya masih penuh dengan kasih sayang namun tubuh itu sudah agak susut. Eka serba salah, Sofea disebelah masih lagi enak menikmati abc. Eka macam tak percaya, desakan Sofea untuk menikmati abc akan menemukan dia dengan wajah yang dirinduinya dalam diam.
“Eka apa khabar? Rie tengok Eka dah kurus sedikit. Jaga badanke?” Tanya Rie sambil ketawa. Namun kedengaran canggung bunyi tawa itu. ada rasa nyilu disudut hati. Ohh.. hati tabahlah.
Eka masih lagi mendiamkan diri. Sedar tawa Rie itu begitu hambar, menutup duka disudut hati. Pedih. Itulah yang dirasainya sekarang. Masa tak mungkin akan kembali seperti dulu. Ada rasa sebak yang bertandang apatah lagi pertemuan ini di sebuah tempat yang menyimpan banyak nostalgia pada mereka berdua. Kenangan yang sungguh indah, warna-warna ceria zaman remaja… tika cinta mula berputik dan kini semuanya sudah berlalu. Mereka bukan lagi pasangan uda dan dara, gelaran yang diberi kepada mereka oleh rakan-rakan… pasangan ideal kata teman-teman bak belangkas. Siapa sangka takdir yang tersirat. Mereka hanya ditakdirkan untuk bertemu, jatuh cinta tetapi bukan untuk bersama.
“mamacu, Fia dah habis makan. Jomla kita balik,” mereka tersentak. Suara Sofea menyedarkan mereka ke alam realiti.
“Fia dah nak balik? Tak nak temankan uncle makan ke?”Tanya Rie. Tak sanggup rasanya melepaskan wanita pujaannya pergi jauh. Sedar Eka dihadapannya itu bukan miliknya lagi tapi mengapa hati ini masih begitu degil, walau berkali-kali diberitahu gadis itu sudah menjadi milik orang namun hanya itu dambaan hatinya… tiada lagi yang lain. Hatinya sudah diserah pada gadis itu dan tak mungkin diambilnya kembali… hanya gadis itu layak memiliki cintanya. Biarlah apa kata masyarakat sekeliling, yang pasti dia akan terus menanti… seandainya ada jodoh antara mereka, dan itulah doanya siang malam. Sedar itu semua adalah salah tapi dirinya tak mampu. Semakin ingin dilupakan, semakin wajah itu melekat dihati.
“tak apalah Rie, Eka balik dulu. Nanti risau pulak orang kat rumah tu?” ujar Eka meminta diri. Rie sekadar mengangguk. Matanya memandang sayu langkah Eka bersama Sofea sehingga bayangan mereka menghilang
Read the original here:
Novel : Hakikat Cinta 3
Possibly Related Posts:
- Novel : Apple and Berry 3
- Novel : Hadirmu, Takdirku 6
- Novel : Perempuanku 5
- Novel : Egoku vs kasihnya 6
- Novel : Sepupuku suamiku? 6
- Digg it
- Add to del.icio.us
- Stumble
- 0 Comment
Leave a Reply
Site Portal
Tv Online
Radio Malaysia
MP3 Search
Mobile Zone
Info Biasiswa
Kamus Online
Aceh Semasa
Recipes
Free Software
Video Search
Download Music
- Aceh Info
- Adsense Info
- Aneh Tapi Nyata
- Dunia Semasa
- Foto dan Design
- Free Game
- Free Software
- Hardware-PC-Laptop
- Info Semasa
- Internet & Website
- Islam Info
- Koleksi Novel-Cerpen
- Lowongan Kerja
- Malaysia Semasa
- Mobile - PDA
- Movies and Music
- Sejarah Aceh
- Seputar Artis
- Serba-Serbi
- Technology
- Tips & Trick
- Tutorial Website/Blog
- Virus & Spyware



































Acehlong
Nakatury
Raider4
Free Software
Cicemburong
Nasabe
Thatbest
Stresscok
Gerandong
Trenggalekcok
Boyolali-elite
Gengsong
Patria-elite
Free Themes
Download Music
Link This Site
- Hide Navigation Bar Blogger
- Hati-hati ada virus di Faceboo...
- Membuat Arsip Setiap Email yan...
- Kenapa Adsense, Adbrite, Bidve...
- Download Audio, Video, Gambar ...
- Cara Mudah Download Video di I...
- 10 Penemuan Aneh Dr Takeshi Ya...
- Tutorial Membuat Website Grati...
- Tutorial Membuat Blog Untuk Pe...
- Download Driver Windows 2000, ...
- Kondisi Indonesia Kini Diramal...
- Desakan Wanita Boleh Mengemudi...
- Iklan Mie Instan di Ghana
- Wanita Tuna Netra Raih IBM Awa...
- Lakshmi Tatma, Gadis Kecil den...
- Perbandingan Militer Indonesia...
- Pohon Kelapa Bercabang 9
- Fenomena Unik….Hanya Di ...
- Apapun Motornya, Helmnya Teh B...
- Makanan cepat saji or cemilan,...
- Soberi (Tangan Kanan Raja Kela...
- Video 31 Mei Lalu, Seorang Wan...
![]() |
Copyright Aceh-Online.Com. All rights reserved 2009 |